Friday 3 December 2010

Seks Jawa vs Seks Bugis (2)

SETIAP kali melihat tarian Jawa, saya selalu terkesiap menyaksikan kelembutan dan kesantunan gerak tari. Saya selalu mengagumi pakaian penari berupa kemben dengan bahu terbuka. Bagi saya, pakaian itu lahir dari dialog-dialog kebudayaan antara tradisi Jawa dan Islam. Saya juga mengagumi gerakan tari yang gemulai itu. Amat lembut, namun sesekali menghentak. Saat beberapa waktu lalu menyaksikan tari Bedhaya Ketawang di Surakarta, saya selalu menikmati saat-saat ketika sang penari melirik ke arah penonton.

Pada mulanya, saya memperhatikan gadis yang berkulit putih bersih dan menawan. Namun ketika seorang penari –yang justru tidak begitu cantik—melirik ke arahku, saya langsung berdebar-debar. Sungguh, saya sangat menikmati lirikan-lirikan tersebut. Saya jadi fokus memperhatikannya. Ketika mata saya bertemu dengan mata penari itu, ia tiba-tiba menunduk. Duh…. Saya seolah tersengat listrik. Saya langsung jatuh cinta.

Saya lalu ke balik panggung dan menemui penari itu. Ia menatap saya dengan malu-malu. Suaranya pelan. Kultur Sulawesi saya seakan berontak. Saya ingin berbicara tergesa-gesa. Kalau perlu langsung menyatakan cinta dan ngajak pacaran. Namun menyaksikan wajah yang manis, sorot mata yang lembut namun tajam, tutur kata yang terjaga, serta senyum tertahan, membuat saya kehilangan kata-kata. Ketika gadis itu menyapa dengan pelan, kaki saya gemetaran. Saya takluk pada semua pesona yang dipancarkannya.

Saya memahami bahwa kebudayaan adalah medan pertarungan makna. Dalam hal Jawa, kebudayaan terletak pada tindakan-tindakan bermakna yang lahir dari proses sejarah serta ditransmisikan dari generasi ke generasi. Kebudayaan Jawa dicirikan oleh identitas manusia-manusia Jawa yang lahir melalui interaksi dalam kehidupan sehari-hari (everyday life). Identitas kejawaan adalah sesuatu yang dipilih manusia Jawa kemudian dipahami dalam relasinya dengan manusia lain dalam satu semesta.


Pada hari ketika saya bersua perempuan Jawa itu, saya tiba-tiba mengamini pendapat sastrawan Seno Gumira Adjidarma bahwa identitas seksi perempuan Jawa tidak terletak pada tubuh yang bersih serta pinggul yang aduhai. Keseksian perempuan Jawa justru terletak pada tutur kata yang lembut, mata yang melirik penuh makna, serta gerak-gerik yang menunjukkan prilaku yang priyayi dan terpelajar. Inilah yang disebut kebudayaan.

Namun, sebagai seorang luar Jawa, saya kadang bertanya-tanya. Jika seorang perempuan yang dibesarkan dalam kultur Jawa bertutur dengan demikian lembut dan terjaga, bagaimanakah sikap mereka ketika membahas seksualitas? Apakah mereka akan bersikap malu dan membicarakannya dengan kalimat yang juga terjaga?

Kitab Seks Jawa

Hingga beberapa waktu, saya banyak menanyakan pertanyaan di atas. Namun setelah membaca beberapa bagian dari naskah Serat Centhini, saya harus menyusun ulang semua konsep yang saya bangun tentang Jawa. Saya terkagum-kagum dengan Serat Centhini. Ini adalah kitab seks yang luar biasa dan menunjukkan sejauh mana pengetahuan dan pendalaman tentang seks. Membaca kitab ini, saya jadi mengagumi karya emas bangsa sendiri pada masa silam. Selama ini kita selalu mendewa-dewakan kitab seks dari luar. Padahal di negeri kita sendiri justru terdapat sebuah kitab seks yang tidak saja berisi petunjuk tentang tipe perempuan, pesona seorang perempuan, posisi-posisi hubungan seks, hingga rahasia-rahasia dan misteri hubungan seksual.

Serat Centhini adalah kitab seks yang setara dengan Ars Amatoria (The Art of Love) karya penyair Romawi, Publius Ovidius Naso (43 SM-17 M) atau Kama Sutra karya Vatsyayana dari India. Serat Centhini yang nama rresminya Suluk Tembangraras digubah pada abad ke-19, tepatnya tahun 1815 oleh tiga pujangga Istana Keraton Surakarta. Serat ini terdiri atas 722 tembang (lagu Jawa) yang membahas masalah seks dan seksualitas. Sedemikian masyhurnya kitab seks ini sehingga seorang warga Perancis, Elizabeth D Inandiak, telah menerjemahkannya ke dalam bahasa Perancis.

Lantas, apakah Serat Centhini juga mengiyakan pandangan tentang perempuan Jawa yang pemalu dan tabu membahas seksualitas? Ternyata, kitab ini justru amat blak-blakan ketika membahas seks. Seorang perempuan Jawa justru tidak selamanya pasif dalam masalah seks sebagaimana stereotype terhadap Jawa yang tumbuh di luar. Mereka justru memiliki kebebasan yang sama dalam mengungkapkan pengalaman seksualnya. Padahal, mereka selalu digambarkan pasrah kepada seorang lelaki.

Hal ini tampak dalam Centhini V (Dandanggula). Dalam serat ini diceritakan tentang dialog di ruang belakang rumah pengantin perempuan pada malam menjelang pernikahan antara Syekh Amongraga dan Nike Tembangraras. Para perempuan muda sedang duduk sambil mengobrol. Ada yang membicarakan pengalaman dinikahi lelaki berkali-kali, pengalaman malam pertama, serta masalah seksual lainnya, lalu tertawa cekikikan. Salah satu percakapan itu adalah: “Nyai Tengah menjawab sambil bertanya. Benar dugaanku Ni Daya. Dia memang sangat kesulitan. Napasnya tersengal. Saya batuk saja. Eh, lepas. Mudah sekali lepasnya. Tak pernah kukuh di tempatnya. Susahnya sangat terasa karena meski besar seakan mati…”

Kitab Seks Bugis

TAK hanya kebudayaan jawa yang melahirkan kitab seksual yakni Serat Centhini. Orang-orang Bugis juga membuat catatan-catatan tentang seks yang berjudul Assikalabineng atau Kitab Persetubuhan Bugis. Catatan-catatan itu dibuat dalam lontara’ dan dituliskan dengan aksara khas Bugis. Aksara ini menjadi satu penanda yang mencirikan kemajuan peradaban Bugis. Nenek moyang Bugis –yang terlahir sebagai turunan dewa-dewa-- telah mencipta aksara dan menjadikannya sebagai medium untuk menuliskan buah-buah pikirannya. Tatkala raja-raja Bugis bermunculan, mereka lalu menuliskan segenap pengetahuannya, termasuk pengetahuan tentang seks.

Catatan harian para raja tentang konsep seks tersebut, telah dikumpulkan dan diterbitkan menjadi buku berjudul Assikalabineng. Berbeda dengan Kama Sutra yang lebih mengedepankan pada teknik belaka, Assikalabineng lebih dari hal itu. Assikalabineng adalah kumpulan manuskrip Lontara asli yang dikumpulkan, diterjemahkan, lalu diolah oleh filolog lontara dari Univeritas Hasanuddin (Unhas), Muhlis Hadrawi, menjadi bacaan dan pengetahuan yang siap dipraktikkan. Di bagian awal buku, penulis menyebutkan ada 44 naskah Lontara yang dipakai sebagai rujukan utama. Sebanyak 28 teks beraksara Bugis dan 16 sisanya manuskrip lontara Makassar. "Aksaranya macam-macam, ada sulapa eppa, serang, dan jangang-jangang." Tak mengherankan, tips, trik, sekaligus mantra yang disajikan pun bervariasi, namun pada intinya sama, dan menyesuaikan dengan kultur Bugis pesisir atau Makassar pedalaman.

Assikabineng berisikan pengetahuan yang mendalam tentang organ genital dan alat reproduksi, filosofi seks, teknik penetrasi, sentuhan bagian sensitif, penentuan jenis kelamin, pengendalian kehamilan, serta waktu baik untuk berhubungan intim, juga terangkum di dalamnya. Tak hanya itu, juga terdapat pengetahuan cara membuat tubuh istri tetap seksi dan berwajah cerah dengan menggunakan medium seks. Pengobatan alat kelamin pun dibahas dengan indah.

Lalu yang tak kalah menakjubkan dari kitab ini yakni betapa orang Bugis, terutama yang menguasai kitab ini, memahami dengan benar jenis-jenis organ genital wanita. Cara mengungkapkannya pun sangat simbolik dengan mengasosiasikannya dengan bunga yang cenderung mekar. Pada jenis tertentu ada yang disebut dengan bunga melati atau bunga sibollo.


 Membaca kitab ini telah membersitkan kesan pada diri saya bahwa seks bukan sekedar ritual penetrasi biologis demi menciptakan generasi. Seks mengandung makna filosofis yang bisa ditemukan melalui telaah atas makna-makna dalam ritual tersebut.

Kitab ini dituliskan pada masa ketika Islam masuk di jazirah Sulawesi. Sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa Islam mengalami dialog cultural dengan tradisi Bugis. Di dalamnya juga terdapat interpretasi ajaran islam yang diperkaya dengan pengetahuan local. Islam tidak lantas menenggelamkan pengetahuan Bugis, namun terus memperkaya maknanya dan menjadi ruh yang menjadi intisari kebudayaan bugis. Makanya, assikalabineng jangan dilihat sebagai kitab petunjuk cara berhubungan seks sebagaimana Kama Sutra. Tak hanya berisi petunjuk melakukan hubungan seks, assikalabineng adalah filsafat untuk berhubungan seks, kemudian menyiapkan generasi terbaik. Bagi orang Bugis, seks adalah filsafat.

Butiran-Butiran Hikmah

Memang, tulisan ini terlampau singkat untuk membahas khasanah kebudayaan yang kaya. Tapi setidaknya, tulisan ini menjadi awal untuk memasuki tema yang luas tersebut. Dari berbagai turuan di atas, terselip beberapa butiran hikmah yang menarik untuk didiskusikan. Pertama, baik Serat Centhini maupun Assikalabineng merupakan khasanah kekayaan budaya yang dimiliki negeri ini. Keduanya adalah mutiara yang diwariskan generasi masa silam kepada generasi masa kini. Kedua kitab itu menyimpan butiran pengetahuan berharga yang masih bisa diterapkan pada konteks kekinian. Kitab itu juga menjadi isyarat bahwa seks bukan hanya daya-daya pelepas syahwat, namun seks adalah ibadah yang penting untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Seksualitas bukanlah hal yang tabu dibahas pada masa silam. Tapi seksualitas adalah ibadah yang mengawali proses penciptaan manusia sehingga harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya.

Kedua, seksusalitas memang bukan sekedar hubungan yang sifatnya biologis. Seksualitas adalah bagian dari kebudayaan yang merupakan himpunan konsep dan pola-pola yang membentuk cara pandang serta penilaian kita atas sesuatu. Ketika saya menilai seseorang cantik, maka saat itu kebudayaan sedang bekerja. Cantik adalah sebuah konsep yang jelas-jelas dipengaruhi kebudayaan. Defenisi cantik sebagaimana yang saya yakini, tentunya berbeda dengan defenisi cantik menurut orang Afrika yang lebih memperhatikan tubuh yang gemuk. Setiap ragam budaya menciptakan defenisinya sendiri-sendiri tentang makna kecantikan. Demikian pula dengan makna seksualitas.

Ketiga, pengetahuan tentang seks adalah pengetahuan yang sifatnya menyejarah. Pada beberapa kebudayaan, termasuk kebudayaan Jawa dan Bugis, seks adalah ritual suci yang dilihat sebagai ibadah. Dalam khasanah kebudayaan Jawa dan Bugis, seks adalah fiosofi tentang penciptaan generasi serta menjadi elemen penting yang kian menegaskan jati diri manusia sebagai mahluk yang selalu bergerak menggapai kesempurnaan. Dan seks adalah bagian dari gerak menuju kesempurnaan tersebut.(*)

Seks Jawa vs Seks Bugis (1)

Seks Jawa Vs Seks Bugis (1)

PERNAH sekali saya menyaksikan tarian sakral Bedhaya Ketawang di Surakarta, beberapa tahun yang lalu. Sembilan orang penari perempuan berwajah rupawan dibalut kain, rambutnya disanggul, dan tubuh bagian atas terbuka. Kulitnya kuning berkilau karena lulur. Mereka menari dengan gerakan yang pelan, namun sarat makna. Kata seorang kawan, para penari haruslah perawan dan tidak sedang menstruasi.

Mengapa harus perawan? Kata kawan itu, tarian ini punya makna yang sacral. Tarian ini hanya dipentaskan sekali sebagai perlambang cinta Nyi Roro Kidul kepada Raja Jawa. Konon, saat tarian ini dipentaskan, Nyi Roro Kidul selalu ikut menari. Ia hendak menyampaikan rasa cinta yang dahsyat kepada Raja Jawa. Ia meminta agar sang raja tetap menemaninya di dasar laut dan tidak usah kembali ke daratan. Menurut satu sumber, tari ini menggambarkan lambang cinta kasihnya Kanjeng Ratu Kidul pada Panembahan Senopati (Sinuhun Paku Buwono X).

Segala gerak melambangkan bujuk rayu dan cumbu birahi. Kanjeng Ratu Kidul tetap memohon agar Sinuhun ikut bersamanya menetap di dasar samudera dan bersinggasana di Sakadhomas Bale Kencana (Singgasana yang dititipkan oleh Prabu Rama Wijaya di dasar lautan). Sinuhun menolak. Lalu terjadilah perjanjian atau sumpah sakral antara Kanjeng Ratu Kidul dan raja pertama tanah Jawa, yang tidak dapat dilanggar oleh raja-raja Jawa yang turun temurun atau raja-raja penerus. Sumpahnya adalah semua Raja Jawa haruslah memperistri Ratu Kidul. Demikian asal usul tarian Bedhaya Ketawang.

Dalam satu tulisannya, budayawan Seno Gumira Adjidarma menyebut tarian ini amat sakral sekaligus penuh makna birahi dan seksualitas. Konon, berkembang anekdot. Para penari itu harus perawan, sebab raja akan memilih salah seorang untuk menemaninya tidur malam itu. Mungkin ini semacam candaan. Tapi yang menarik adalah bagaimana raja menentukan pilihan, apakah criteria seksualitas yang digunakan untuk memilih satu di antara sembilan penari itu? Atau, bagaimanakah menilai seksualitas dari para penari?

Kata Seno, seksualitasnya tidak terletak pada bagian tubuh yang terbuka. Melainkan pada bagian tubuh yang sesekali terbuka yakni lekuk kaki di antara tumit dan mata kaki, ketika kaki tersebut harus menyapukan kain yang tersisa. Perempuan yang lekuk kakinya dalam dianggap sensual, konon karena menunjukkan kemampuan permainan cintanya di atas ranjang. Semakin kurang lekuknya, semakin rendah daya tariknya dalam konteks seksualitas. Mungkin ini aneh. Tapi, kedalaman lekuk adalah ukuran. Pandangan ini tentu tidak ilmiah. Namun menjelaskan kepada kita bahwa seksualitas adalah sebuah pandangan yang dibentuk oleh cara kerja kebudayaan. Seks memang peristiwa ‘kimia’, namun makna seksualitas dan sensualitas adalah sesuatu yang dibentuk kebudayaan, merupakan pandangan yang lahir dari tafsir satu kebudayaan tertentu, dan mempengaruhi cara pandang seorang individu.


Saya sering memperhatikan perempuan Jawa yang sedang berkebaya dan sanggul. Sebagai orang luar Jawa, saya melihatnya biasa saja, tanpa tersengat reaksi kimia sebab saya tidak dibesarkan dalam tradisi tersebut. Tapi bagi seseorang yang besar dalam iklim konservatif Jawa, seorang ibu bersanggul dan berkain kebaya yang harum mewangi dalam kondangan kelas menengah atas tentu memancarkan aura sensualitas: kebaya yang menerawang, kain yang membungkus ketat sehingga bentuk tubuh lekuknya terpampang, belum lagi cara bicara tertata, tetapi pandangan mata bisa menyambar dan menggetarkan, adalah bagian dari permainan sensualitas.

Namun bagi seseorang yang dibesarkan dalam kebudayaan Dayak Kenyah, pastilah akan lain. Erotisisme nampak pada pakaian ta’a, serupa rok yang terbelah dari atas ke bawah di belakang. Para pria Dayak akan melihat rajah yang melingkar di paha dan kaki perempuan sebagai keindahan erotic. Rajah adalah tato yang dibuat khusus dalam sebuah ritual sacral. Dan rajah tersebut akan mempengaruhi erotisme atau seksualitas.

Kebudayaan Bugis


Lain halnya dengan masyarakat Bugis-Makassar. Sewaktu masih kecil, saya pernah menyaksikan tarian yang dipentaskan sejumlah gadis yang memakai baju bodo. Baju ini adalah baju yang berbentuk tipis dan nyaris transparan. Saya terkesiap saat melihat langsung bagaimana BH perempuan di balik baju bodo. Bagi perempuan Bugis, baju bodo adalah pakaian adat yang dikenakan pada berbagai upacara adat seperti perkawinan ataupun saat menari.

Dulunya, seorang perempuan yang mengenakan baju bodo, tidak mengenakan apapun di baliknya. Itu tercatat dari kesaksian seorang penjelajah bernama James Brooke yang mengunjungi Makassar pada tahun 1840. Ia mengatakan, “Perempuan [Bugis] mengenakan pakaian sederhana… Sehelai sarung [menutupi pinggang] hingga kaki dan baju tipis longgar dari kain muslin (kasa), memperlihatkan payudara dan leluk-lekuk dada.” Rupanya cara memakai baju bodo ini masih berlaku di tahun 1930-an. Buktinya, saya menemukan satu foto di situs Wikipedia yang menampilkan gambar seorang gadis Bugis pada tahun 1930-an, yang memakai baju bodo. Perhatikan bahwa ia tidak mengenakan apapun di baliknya.

Jika baju bodo sering dikenakan saat upacara adat, maka silakan tebak bagaimana perasaan lelaki yang menyaksikan tubuh perempuan. Apakah mereka juga terkesiap seperti saya? Ternyata tidak juga. Bagi sejumlah orang Bugis yang sempat saya tanyai, keseksian itu tidak terletak pada tubuh yang nampak di balik baju bodo. Justru karena seringnya tubuh itu terlihat, sehingga secara perlahan kehilangan keseksiannya. Konsepsi tentang tubuh tidak lagi penting sebab orang ingin melihat sesuatu di balik tubuh tersebut. Orang-orang lalu menemukan keseksian pada sejauh mana tuturan cerdas dari seorang perempuan.

Lagi-lagi ini adalah soal kebudayaan. Dalam catatan banyak peneliti, posisi perempuan menjadi simbol dari keunikan dari tradisi Bugis. Masyarakat Bugis tradisional mengijinkan perempuan menjadi pemimpin sehingga keseksian seorang perempuan dinilai dari sejauh mana kecerdasan dan kedalaman pengetahuannya atas sesuatu. Dalam karya klasik yang mendunia I La Galigo, disebutkan tentang sosok perempuan utama cerdas, We Nyilik Timo, yang mendampingi Batara Guru sebagai penguasa langit. Dalam I La Galigo juga terdapat sosok Sangiang Serri yang menjadi symbol dari kesuburan.

Sejak masa silam, kata antropolog Christian Pelras, di Bugis perbedaan gender dengan menempatkan perempuan sebagai second sex tak nampak. Posisi perempuan yang aktif di dunia social menyebabkan mereka tidak dilihat semata dari kecantikan dan sensualitas belaka. Lantas, jika kita tetap ngotot membahas kecantikan, apakah standar kecantikan bagi orang Bugis. Saya tak terlalu paham. Tapi, dalam salah satu naskah tradisional Lontara Se’bo (kitab Lubang), terdapat istilah mattappa’ cina (berwajah seperti orang Cina). Artinya, kriteria cantik adalah ketika bermata sipit dan berkulit putih.

Lesson Learned

Apa hikmah yang dipetik dari telaah atas seksualitas dalam berbagai kebudayaan itu? Pertama, seksualitas bukan semata aspek biologi. Selama ini, kita sering terjebak pada salah kaprah yang melihat sensualitas dan seksualitas hanyalah sekedar perkara hubungan biologis. Padahal, Seks adalah kebudayaan yang dikonstruksi secara kolektif oleh sebuah masyarakat, ditransmisikan secara turun-temurun dan menjadi pedoman yang mempengaruhi tindakan seseorang dalam satu masyarakat. Latar belakang seseorang akan sangat mempengaruhi konsepsinya tentang seksualitas. Karena kebudayaan setiap orang berbeda-beda, maka nilai-nilai yang membentuk selera seksual setiap orang juga berbeda. Seks menjadi relatif.

Dalam hal tarian Bedhoyo Ketawang di atas, lekuk kaki bisa menjadi sesuatu yang memantik hasrat seksual bagi seorang lelaki Jawa. Demikian pula dengan kebaya ketat, sanggul, serta cara bertutur yang lemah-lembut. Bagi masyaraklat Dayak, rajah pada paha bisa menjadi daya tarik sesksual seorang perempuan. Sementara bagi masyarakat Bugis, tubuh yang seksi di balik baju bodo, serta kecerdasan saat bertutur adalah elemen-elemen yang membangkitkan hasrat dan gairah seorang perempuan.

Kedua, seks senantiasa mengandung aspek konstruksi kebudayaan yang di dalamnya juga terdapat medan kontestasi kepentingan dan negosiasi makna yang tak habis-habisnya. Dalam hal seks, konsep nikmat-tidak nikmat, konsep cantik-tidak cantik, dan lain-lain adalah konsep yang dibentuk oleh seseorang dan terus dimapankan dalam kebudayaan. Konsep ini dipengaruhi oleh latar belakang seseorang, serta bagaimana pandangannya atas sesuatu. Bahkan bagi seseorang yang dipengaruhi keagamaan yang kuat sekalipun akan melahirkan konsep sendiri yang terkait seksualitas.

Pada akhirnya, seks adalah aspek biologi yang kemudian dipengaruhi kebudayaan. Terserah bagaimana Anda menilainya.(*)

Tuesday 23 March 2010

Peringati Hari Air dengan Mawar

Peringati Hari Air dengan Mawar




PEDULI - Paramitha Rusady dan sejumlah aktivis melakukan aksi peringatan Hari Air Sedunia 2010 di Bundaran HI Jakarta, Senin (22/3).
JAKARTA - Sejak melahirkan putra semata wayangnya, Adrian Tegar Maharaja Bago, pada 14 Mei 2007, wajah artis Paramitha Rusady jarang terlihat di layar kaca. Perempuan berusia 43 tahun itu memang membatasi aktivitas syuting, baik sinetron maupun film. Dia ingin mencurahkan lebih banyak waktunya untuk buah kasihnya dengan Nenad Bago tersebut.

Selain itu, Mitha - begitu dia biasa disapa - banyak membagi perhatiannya pada hal-hal yang berbau lingkungan. Apalagi, oleh Kementerian Lingkungan Hidup (LH), pemain film Catatan Si Boy IV & V itu didapuk sebagai Duta Lingkungan Indonesia.

Senin (22/3) kemarin misalnya, Mitha pun turut memperingati Hari Air Sedunia yang jatuh pada 22 Maret. Bersama kakaknya, Ully Sigar Rusady, serta Putri Indonesia Lingkungan Hidup 2009 Zukhriatul Hafiza, mereka menjalani aksi damai di Bundaran Hotel Indonesia (HI). Aksi yang dimulai pada pukul 11.00 WIB itu diisi orasi dan pembagian bunga mawar kepada para pengguna jalan.

"Bunga mawar ini ada artinya, lho. Bunga itu simbol keindahan dan kesuburan. Kesuburan tidak bisa terjadi kalau tidak ada air. Jadi, bunga ini mengajak penerimanya untuk mencintai air," kata Mitha.

Air adalah sumber kehidupan. Sebagai pengguna, lanjut Mitha, manusia harus bisa bijaksana. Mantan istri pesinetron Gunawan itu juga mengatakan bahwa tak hanya Indonesia yang merayakan Hari Air. Tapi, seluruh dunia. "Kami pilih aksi secara damai, karena percuma juga kita mau demo yang liar. Pesannya tidak akan sampai ke masyarakat, akhirnya malah nanti mengganggu aktivitas lain. Pakai cara yang damai saja," lanjut Mitha.

Sementara, Zukhriatul Hafiza berpendapat bahwa setiap orang perlu aktif mensosialisasikan pentingnya menggunakan air dengan bijak kepada masyarakat luas. Berdasar pengalamannya, air bersih belum bisa dinikmati oleh masyarakat secara merata.

"Contohnya di Jakarta deh yang gampang. Di antara sekian banyak penduduk di sini, baru 40 persen yang kualitas airnya sehat. Yang lain masih kesusahan, bahkan harus beli. Malah di sepanjang Sungai Ciliwung, penduduk harus memakai air sungai. Padahal, di sungai itu banyak sampah," papar Zukhriatul pula. (andis '2010)

Monday 22 March 2010

Peringati Hari Air dengan Mawar



Selasa, 23 Maret 2010 , 02:42:00
PEDULI - Paramitha Rusady dan sejumlah aktivis melakukan aksi peringatan Hari Air Sedunia 2010 di Bundaran HI Jakarta, Senin (22/3). Foto: Raka Denny/Jawa Pos.
JAKARTA - Sejak melahirkan putra semata wayangnya, Adrian Tegar Maharaja Bago, pada 14 Mei 2007, wajah artis Paramitha Rusady jarang terlihat di layar kaca. Perempuan berusia 43 tahun itu memang membatasi aktivitas syuting, baik sinetron maupun film. Dia ingin mencurahkan lebih banyak waktunya untuk buah kasihnya dengan Nenad Bago tersebut.

Selain itu, Mitha - begitu dia biasa disapa - banyak membagi perhatiannya pada hal-hal yang berbau lingkungan. Apalagi, oleh Kementerian Lingkungan Hidup (LH), pemain film Catatan Si Boy IV & V itu didapuk sebagai Duta Lingkungan Indonesia.

Senin (22/3) kemarin misalnya, Mitha pun turut memperingati Hari Air Sedunia yang jatuh pada 22 Maret. Bersama kakaknya, Ully Sigar Rusady, serta Putri Indonesia Lingkungan Hidup 2009 Zukhriatul Hafiza, mereka menjalani aksi damai di Bundaran Hotel Indonesia (HI). Aksi yang dimulai pada pukul 11.00 WIB itu diisi orasi dan pembagian bunga mawar kepada para pengguna jalan.

"Bunga mawar ini ada artinya, lho. Bunga itu simbol keindahan dan kesuburan. Kesuburan tidak bisa terjadi kalau tidak ada air. Jadi, bunga ini mengajak penerimanya untuk mencintai air," kata Mitha.

Air adalah sumber kehidupan. Sebagai pengguna, lanjut Mitha, manusia harus bisa bijaksana. Mantan istri pesinetron Gunawan itu juga mengatakan bahwa tak hanya Indonesia yang merayakan Hari Air. Tapi, seluruh dunia. "Kami pilih aksi secara damai, karena percuma juga kita mau demo yang liar. Pesannya tidak akan sampai ke masyarakat, akhirnya malah nanti mengganggu aktivitas lain. Pakai cara yang damai saja," lanjut Mitha.

Sementara, Zukhriatul Hafiza berpendapat bahwa setiap orang perlu aktif mensosialisasikan pentingnya menggunakan air dengan bijak kepada masyarakat luas. Berdasar pengalamannya, air bersih belum bisa dinikmati oleh masyarakat secara merata.

"Contohnya di Jakarta deh yang gampang. Di antara sekian banyak penduduk di sini, baru 40 persen yang kualitas airnya sehat. Yang lain masih kesusahan, bahkan harus beli. Malah di sepanjang Sungai Ciliwung, penduduk harus memakai air sungai. Padahal, di sungai itu banyak sampah," papar Zukhriatul pula. (andis '2010)

Friday 22 May 2009

Bisakah BUMI diselamatkan....???

 
Proyek2 yang mungkin dapat menyelamatkan BUMI :
Bumi yang kita tinggali ini sudah mengalami kerusakan yang luar biasa di mana-mana. Pencemaran udara akibat polusi dari jumlah kendaraan bermotor dan industri yang meningkat tajam, hutan yang habis ditebang, sungai dan laut yang dieksplorasi manfaatnya tapi justru menjadi rusak dan lain-lain.
Masalah yang menimpa bumi memang sudah cukup banyak. Manusia dengan segala aktivitas dan kebutuhannya secara perlahan-lahan telah merusaknya. Entah sampai kapan lagi bumi kita ini dapat bertahan.
Perbuatan manusia memang sudah tidak terkontrol lagi. Kerusakan udara, tanah dan air sudah sedemikian parah sehingga suhu temperatur bumi makin memanas, salju di kutub mencair, daratan semakin terkikis, banjir di mana-mana, iklim yang tidak lagi bersahabat dan masalah-masalah lainnya.
Lalu apa yang telah dilakukan oleh kita untuk menyelamatkannya?
Ternyata masih banyak orang yang peduli dan ingin menyelamatkan bumi. Orang-orang tersebut dengan segenap kemampuan mereka berusaha untuk menyelamatkan bumi sehingga untuk ke depannya bumi masih menjadi tempat yang layak bagi anak-anak cucu mereka tinggal.
Apa saja proyek ramah lingkungan yang telah atau sedang dikerjakan oleh orang-orang tersebut, mari kita lihat satu per satu.

1. Proyek pembangkit listrik tenaga surya Qaidam Basin PV, China
Proyek ini diumumkan pada bulan Januari 2009 yang berlokasi di Barat Laut negara Cina yang akan menjadi pembangkit listrik tenaga surya terbesar yang mampu menghasilkan listrik sebesar 1GW.

2. Proyek pembangkit listrik tenaga angin Markbygden, Swedia
Dengan 1,101 turbin di lahan seluas kurang lebih 450 km persegi, ladang angin Markybygden akan menjadi ladang yang memproduksi listrik tenaga angin terbesar begitu nanti diresmikan pada tahun 2020. Saat ini proyek tersebut sedang menunggu perizinan dari pemerintah Swedia, dan info tambahan juga bahwa proyek yang diperkirakan menelan biaya 5 Milyar Euro tersebut akan memproduksi energi listrik 12TWh tiap tahunnya.

3. Proyek pembangkit listrik tenaga air Three Gorges, Cina
Proyek bendungan hidroelektrik ini akan menjadi bendungan terbesar di dunia begitu rampung pada tahun 2011, dapat memproduksi listrik sebanyak 22,500MWh. Namun bendungan seluas 39.3km3 itu juga memiliki dampak negatif yang diantaranya adalah karena jalur lokasinya yang rentan akan gempa bumi dan diperkirakan keberadaannya justru dapat menimbulkan longsor bagi daerah-daerah di sekitarnya.
Pembangkit Listrik 1
[Foto dari: Tim Salmon, Flickr]

4. Proyek pembangkit listrik tenaga surya Acciona Amareleja (Moura) PV, Portugal
Proyek ini sudah rampung pada tahun lalu, dan sampai dengan saat ini menjadi ladang pembangkit listrik tenaga surya terbesar di dunia dengan kemampuan memproduksi 93 juta KWh listrik per tahunnya, yang cukup untuk digunakan oleh 30,000 rumah tangga di Portugal.
Pembangkit Listrik 2

5. Proyek pembangkit listrik tenaga gelombang Siadar, Hebrides (Skotlandia)
Hebrides adalah kepulauan di Barat Laut Skotlandia. Dan saat ini di negara kepulauan tersebut tengah dibangun sebuah proyek pembangkit listrik tenaga gelombang. Proyek yang dibangun atas kerjasama pemerintah Skotlandia dan perusahaan yang ahli di bidang gelombang air Wavegen itu akan dapat memproduksi listrik sebanyak 4MW setelah nanti rampung pada tahun 2011 - cukup untuk keperluan listrik bagi 1,800 rumah tangga.
Pembangkit Listrik 3

6. Proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi Leyte, Filipina
'Bebatuan panas' alami yang melimpah di negara Filipina menjadikannya sebagai negara penghasil panas bumi terbesar kedua di dunia, yang dapat menghasilkan listrik bergiga-giga watt. Leyte mampu menghasilkan listrik sebanyak 708MW dan merupakan ladang panas bumi terbesar dari lima ladang yang ada di Filipina.

7. Proyek pembangkit listrik tenaga surya Topaz, California Amerika Serikat
Saat ini pembangkit listrik tenaga surya terbesar masih dipegang oleh Moura di Portugal, tapi hal itu mungkin tidak akan bertahan lama. Topaz, ladang tenaga surya yang kemungkinan akan dibuka sekitar tahun 2012-13 akan menjadi pembangkit listrik tenaga surya terbesar di dunia dengan kemampuan menghasilkan listrik sebanyak 550MW , yang itu cukup untuk digunakan oleh sekitar 190,000 rumah tangga di Amerika Serikat.
Pembangkit Listrik 4

8. Proyek pembangkit listrik tenaga surya Sevilla, Spanyol
Ladang tenaga surya yang berlokasi dengan dengan kota Seville Spanyol ini, merupakan salah satu yang terbesar di Eropa. Terdiri dari kumpulan 600 kaca baja yang mengalihkan cahaya matahari ke atas sebuah menara surya setinggi 115m. Di atas menara itu, uap air akan diubah menjadi uap, yang nantinya akan menggerakkan turbin yang mampu menghasilkan listrik yang cukup untuk digunakan bagi 6,000 rumah tangga. Abengoa Solar, perusahaan yang menjalankan pembangkit listrik itu mengatakan bahwa teknologi yang mereka gunakan dalam proyek tersebut sangat sederhana. Tujuan yang ingin dicapai adalah ladang yang mampu menghasilkan 1.2MW yang listriknya dapat digunakan oleh 600,000 rumah tangga.

9. Proyek pembuatan turbin Maglev
Sampai sejauh ini, belum ada informasi yang menyebutkan negara mana yang akan menggunakan turbin tenaga angin dengan teknologi terbaru ini. Proyek Maglev diperkenalkan pertama kali pada ajang Wind Power Asia di Beijing Cina. Proyek ini diharapkan dapat membawa teknologi pembangkit listrik tenaga angin pada tingkat selanjutnya dengan pengapungan magnetiknya. Produksinya sendiri saat ini dikerjakan di Cina dan Amerika.

10. Proyek kota tenaga surya Babcock Ranch, Florida Amerika Serikat
Proyek Babcock Ranch merupakan proyek pembuatan kota yang 'hijau' dengan menggunakan tenaga surya sebagai energi utama. Saat ini masih menunggu izin dan jika nanti terwujud, Babcock Ranch akan menjadi kota tenaga surya pertama di dunia dan akan didiami oleh sekitar 19,500 rumah tangga.
Pembangkit Listrik 5
Sumber : Putih

Thursday 21 May 2009

Sinar Mas - ‘Forest and Climate Criminal’


‘Forest and Climate Criminal’

Aktivis Greenpeace membentangkan spanduk besar 20 x 10 meter di Gedung Sinar Mas pada 19 Maret 2009. Aktivis Greenpeace mengunci diri di depan kantor pusat Sinar Mas untuk menghentikan kegiatan mereka sampai mereka berkomitmen untuk menghentikan kegiatan penghancuran hutan terakhir di Indonesia.

Jakarta, IndonesiaPara aktivis Greenpeace dipukul dan ditendang secara kasar pagi ini saat melakukan aksi damai di kantor pusat perusahaan kelapa sawit terbesar Indonesia, Sinar Mas Group. Greenpeace menuntut penghentian terus berlangsungya pengrusakan hutan Indonesia yang tersisa, oleh perusahaan ini.

Dua puluh lima aktivis Greenpeace merantai diri mereka menutupi jalan masuk ke gedung tersebut, sementara para pemanjat memasang spanduk raksasa berukuran 20m x 10m banner untuk melabe Sinar Mas sebagai ‘Penjahat Hutan dan Iklim’. Polisi kemudian tiba di lokasi dan memindah secara paksa para aktivis keluar gedung Sinar Mas.

“Kekerasan berlebihan yang dilakukan oleh pihak keamanan Sinar Mas adalah cerminan cara perusahaan ini melakukan bisnisnya. Sinar Mas mungkin percaya kalau mereka bisa mengabaikan hokum tapi hak untuk menyuarakan pendapat secara damai dinyatakan dalam konstitusi. Kami melakukan aksi hari ini karena Sinar Mas dan Pemerintah Indonesia gagal melakukannya. Kita sedang menghadapi ancaman terbesar yang mungkin terjadi pada umat manusia – bencana iklim, dan perusahaan seperti Sinar Mas terus merusak hutan dan lahan gambut. Yang seharusnya dilindungi untuk generasi mendatang dan, sebagaimana makin jelas juga, bagi stabilitas iklim,” kata Bustar Maitar, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara.


Greenpeace telah memonitor operasi Sinar Mas di Riau, Kalimantan Barat dan Papua selama beberapa tahun terakhir dan baru-baru ini mendapatkan bukti baru pengrusakan yang terus dilakukan oleh Sinar Mas Group di wilayah ini. Sinar Mas juga bersiap untuk melakukan ekspansi besar-besaran karena mereka menguasai wilayah hak konsesi yang belum ditanami seluas 200,000 hektar berupa hutan dan rencana untuk mendapatkan konsesi seluas 1,1 juta hektar lagi, sebagian besar di Papua. Selanjutnya, organisasi hak azasi manusia telah menyatakan keprihatinannya akan tekanan yang dilakukan terhadap masyarakat yang melakukan protes terhadap APP (milik Sinar Mas) di Suluk Bongkal, Riau di akhir tahun lalu.

“Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono telah mengatakan pada dunia internasional bahwa dia akan mengurangi emisi gas rumahkaca Indonesia, tetapi Sinar Mas terus melakukan pengrusakan hutan tanpa dihentikan. Jika SBY serius mengenai menjadikan Indonesia sebagai pemimpin global dalam mengatasi krisis iklim, dia harus mengambil tindakan segera untuk menghentikan perusahaan ini menghancurkan asset Indonesia yang terbesar – hutan dan lahan gambut yang kaya dengan karbon,” kata Bustar.

Greenpeace menyerukan penghentian semua ekspansi hutan dan lahan gambut oleh Sinar Mas dan perusahaan lain. Selanjutnya, Greenpeace juga menyerukan pemerintah Indonesia untuk segera menerapkan moratorium terhadap segala bentuk konversi hutan. Hal ini tidak hanya membantu memangkas emisi gas rumahkaca Indonesia, tetapi juga akan menjaga kekayaan keanekaragaman tropis dan melindungi penghidupan masyarakat yang bergantung pada hutan di seluruh Indonesia.

Pemerintah perlu mengambil tindakan untuk melindungi masyarakat Indonesia dari dampak perubahan iklim dengan mengurangi emisi sebanyak 75% pada tahun 2012 dan mendorong negara-negara industri untuk membiayai pengurangan deforestasi dan juga mengurangi emisi mereka sendiri secara dramatis.

Wednesday 20 May 2009

Gunung Baru Jari Meletus

Gunung Rinjani Meletus

3 Mei 2009 17:30 WIB | Redaksi

rinjani-vulaknerJAKARTA - Gunung Rinjani kembali menggeliat. Gunung setinggi 3.726 meter yang berada di Nusa Tenggara Barat itu meletus kemarin sore. “Letusan abu vulkaniknya mencapai (jarak) 800 meter dari puncak gunung,” ujar Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Surono, ketika dihubungi Tempo kemarin.

Surono menerangkan, letusan terjadi pada pukul 16.01 WITA di kaldera Rinjani yang bernama Gunung Baru Jari. Kaldera adalah kawah gunung berapi yang sangat besar dan biasanya terbentuk karena adanya ledakan atau runtuhnya bagian puncak gunung berapi.

Sejak tiga minggu yang lalu, Surono menambahkan, gunung yang terbentuk dari letusan besar pada abad ke-19 itu memang sudah masuk daftar pantauan Pusat Vulkanologi. Selama tiga pekan itu tercatat adanya perubahan temperatur dan perubahan tingkat keasaman di gunung itu.

Meski gunung telah mengalami letusan, kata Surono, pemerintah belum mengeluarkan instruksi pengungsian bagi warga sekitar. Upaya antisipasi baru ditujukan bagi masyarakat yang hendak mendaki ke puncak. “Untuk sementara, program pendakian sudah kami tutup,” ujarnya.

Surono juga meminta masyarakat mewaspadai Sungai Kokok Putih, yang berhulu di Danau Segara Anak. Jika ledakan besar terjadi, Badan Vulkanologi memperkirakan dampak letusan akan mengalir ke aliran tersebut. “Dalam keadaan normal, Danau Segara Anak kerap dijadikan tempat memancing,” ujar Surono.

Surono menjelaskan, letusan kali ini merupakan letusan yang terakhir sejak 2004. Letusan yang cukup besar terjadi pada 1994. Kala itu, kata Surono, letusan Rinjani sempat menyebabkan sebagian besar Kota Mataram tertutup abu vulkanik. “Untuk saat ini, statusnya masih waspada,” ujarnya.

Rinjani selama ini dikenal sebagai gunung yang indah dan menjadi incaran para pendaki.

Pada ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut terdapat kaldera yang membentuk Danau Segara Anak. Di tengahnya terdapat Gunung Baru Jari, yang masih aktif. Tempat ini sudah menjadi kawasan wisata karena memiliki sumber mata air panas. RIKY FERDIANTO

Sumber: Korantempo.com